Artikel

Foto : Pixabay

Status Anak Bila Perkawinan Dibatalkan Pengadilan

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Pembatalan Perkawinan

Dalam Pasal 2 UU 1/1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) telah ditegaskan bahwa perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilaksanakan menurut ajaran agama dan disahkan oleh negara.

Namun, ada kalanya suatu perkawinan yang telah dilaksanakan menurut UU Perkawinan tersebut dibatalkan oleh pengadilan.

Pembatalan perkawinan tersebut terjadi bila terdapat orang-orang atau pihak yang sengketa mengajukan upaya hukum untuk membatalkan perkawinan tersebut ke Pengadilan.

Dalam Pasal 23 UU Perkawinan disebutkan perkawinan dapat dibatalkan oleh:

  • Keluaga dalam garis keturunan keatas dari suami atau isteri;
  • Suami atau isteri;
  • Pejabat yang berwenang, sepanjang perkawinan belum putus;
  • Pejabat yang ditunjuk, serta
  • Setiap orang yang punya kepentingan terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan diputus.

Adapun alasan-alasan yang sering digunakan untuk membatalkan suatu perkawinan di pengadilan adalah:

  • Suami poligami tanpa izin isteri pertama dan pengadilan;
  • Perempuan yang dinikahi ternyata masih menjadi isteri pria lain;
  • Perempuan yang dinikahi ternyata masih dalam masa iddah dan suami lain;
  • Perkawinan melanggar batas umum yang disyaratkan Undang-Undang;
  • Perkawinan dilakukan bukan dibawah pejabat berwenang;
  • Tanpa wali atau Wali nikah tidak sah;
  • Perkawinan dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi;
  • Perkawinan yang dilangsungkan dibawah ancaman yang melanggar hukum; atau
  • Terdapat salah sangka mengenai diri suami atau isteri;
  • Perkawinan dilaksanakan oleh 2 (dua) orang yang memiliki hubungan darah, semenda dan sesusuan sampai derajat tertentu;
  • Isteri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dan isteri atau isteri-isterinya.

Bagaimana Status Anak Bila Perkawinan Dibatalkan Pengadilan ?

UU Perkawinan sebenarnya telah menimalisir resiko bila terjadi suatu perkawinan dibatalkan.

Bila terjadi suatu pembatalan perkawinan, maka anak tetap diakui sebagai anak dari ke-2 (dua) orang tuanya. Oleh karena itu, putusan pembatalan perkawinan tidak akan berlaku surut dan tidak akan mengurangi hak untuk mendapatkan hak-haknya dari ke-2 orang tuanya kedepan.

Pasal 28 ayat (2) UU Perkawinan  disebutkan pada prinsipnya keputusan (pembatalan perkawinan) tidak berlaku surut terhadap anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut.

Selain itu dalam Pasal 75 kHI disebutkan Keputusan pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap:

  • Perkawinan yang batal karena salah satu suma iatau isteri murtad;
  • Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut;
  • Pihak ketiga sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan ber`itikad baik, sebelum keputusan pembatalan perkawinan kekutan hukum yang tetap.

Dengan demikian dapat ditafsirkan, hak anak untuk mendapatkan warisan dan hibah dari ke-2 (dua) orang tuanya tetap ada walau terjadi suatu pembatalan perkawinan dari perkawinan orang tuanya.

__________________

Apabila anda ingin berkonsultasi mengenai pengajuan pembatalan perkawinan atau hak anak setelah terjadi pembatalan perkawinan, silahkan hubungi kami Legal Keluarga :

Telepon/ WhatsApp :  0813-8968-6009

Email : klien@legalkeluarga.id

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp
WeCreativez WhatsApp Support
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!
👋 Hi, how can I help?