Artikel

Poligami Tanpa Persetujuan Isteri Pertama, Dapat Dipidana ?

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Apabila mencermati UU Perkawinan, maka prinsip pernikawian yang dianut adalah “Monogami”. Artinya seorang pria hanya dapat menikah/kawin terhadap 1 (satu) perempuan. Demikian juga terhadap perempuan yang diwajibkan memiliki suami hanya 1 (satu) orang.

Pasal 3 ayat (1) UU Perkawinan :

“Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.”

Namun, terhadap Pasal 3 ayat (1) UU Perkawinan tersebut diberikan pengecualian. Artinya, apabila memenuhi syarat yang ditetapkan oleh UU Perkawinan, maka seorang pria memiliki hak untuk mempunyai isteri lebih dari 1 (satu).

UU Perkawinan memberikan syarat ketat untuk seorang pria dapat melangsungkan perkawinan atau memiliki isteri lebih dari 1 (satu) atau “Poligami”, yaitu:

  1. Suami wajib meminta izin Pengadilan,
  2. Untuk mendapatkan izin pengadilan, suami wajib mempunyai alasan yang logis, seperti :
    1. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri,
    2. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, atau
    3. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
  3. Selain itu, untuk mendapatkan izin pengadilan, suami wajib memenuhi syarat-syarat, yaitu :
    1. adanya persetujuan dari isteri pertama,
    2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anaknya,
    3. Adanya jaminan suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.

Apabila syarat-syarat diatas ini tidak dipenuhi, maka dapat dipastikan Pengadilan menolak izin seorang pria untuk melangsungkan perkawinan atau memiliki isteri lebih dari 1 (satu) atau “Poligami” ditolak oleh Pengadilan.

Bagaimana jika suami menikah lagi tanpa izin Isteri Pertama ?

Apabila perkawinan dilangsungkan secara agama yang dianut, maka perkawinan tersebut tetap dianggap sah menurut hukum agama.

Namun, perkawinan yang dilangsungkan berdasarkan hukum agama sebaiknya perlu dicatatkan dikarenakan perkawinan merupakan sebuah hubungan hukum yang memiliki konsekuensi hukum baru seperti :

  1. Adanya kewajiban suami untuk menafkahi isteri dan anaknya. Apabila perkawinan tidak dicatatkan, maka bisa jadi isteri tidak dapat menuntut nafkah untuk dirinya dan anaknya.
  2. Adanya kewajiban membesarkan dan memelihara anak dengan kasih sayang. Apabila  perkawinan tidak dicatatkan, maka anak hanya memiliki hubungan dengan ibunya, kecuali dapat dibuktikan secara hukum.
  3. Adanya kewajiban pembagian harta bersama (gono-gini). Apabila perkawinan tidak dicatatkan, maka isteri bisa jadi tidak memiliki hak mendapatkan harta bersama (gono-gini).

Selain itu, penting juga di Ingat bahwa perkawinan yang dilangsungkan secara agama dan tidak dicatatkan dapat menimbulkan konsekuensi hukum pidana yang mana Isteri yang sah berhak melaporkan ke pihak yang berwajib (Polisi) dengan dasar adanya tindak pidana sebagaimana disebutkan dalam Pasal 279 KUHP.

  1. Diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun:
    1. Barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu,
    2. Barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu.
  2. Jika yang melakukan perbuatan berdasarkan ayat 1 butir 1 menyembunyikan kepada pihak lain bahwa perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
  3. Pencabutan hak berdasarkan pasal No. 1 – 5 dapat dinyatakan.

Kemudian, Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Pengadilan telah menegaskan, yaitu :

“Perkawinan yang dilangsungkan oleh seorang suami dengan perempuan lain sedangkan suami tersebut tidak mendapatkan izin istri untuk melangsungkan perkawinan lagi, maka Pasal 279 KUHPidana dapat diterapkan.”

________

Apabila anda ingin berkonsultasi mengenai gugatan / permohonan perceraian, hak asuh anak serta pembagian harta bersama (gono-gini) di pengadilan, silahkan hubungi kami legalkeluarga.id melalui  Telepon/ WhatsApp  0813-8968-6009 atau Email klien@legalkeluarga.id

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp
WeCreativez WhatsApp Support
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!
👋 Hi, how can I help?