Salah satu pertanyaan timbul bagi mereka yang akan melangsungkan perkawinan adalah apakah perlu membuat perjanjian perkawinan atau tidak ?
Bagi mereka yang percaya perkawinan yang dilangsungkannya awet seumur hidup, maka “perjanjian perkawinan” tidak perlu dibuat. Namun, bagi mereka menganut prinsip kehati-hatian dalam membangun rumah tangga, maka “perjanjian perkawinan” adalah hal yang perlu dipikirkan untuk dibuat.
Pada prinsipnya, perjanjian perkawinan dibuat untuk menghindari adanya percampuran harta suami dan isteri dikemudian hari.
Selain menghindari pencampuran harta, banyak manfaat lain yang didapat dalam membuat perjanjian perkawinan.
Mengapa bisa terjadi “pencampuran harta” antara suami dan isteri setelah melangsungkan perkawinan ?
Perlu diketahui, apabila seorang pria dan wanita telah melangsungkan perkawinan, maka akan timbul akibat hukum yaitu seluruh harta yang didapatkannya baik itu isteri dan suami tercampur menjadi satu. Artinya, harta yang didapatkan suami adalah harta isteri. Demikian sebaliknya, harta isteri merupakan harta suami.
Dalam UU No.1/1974 tentang Perkawinan harta yang bercampur disebut dengan istilah “harta bersama”.
Pengaturan Harta Bersama ini diatur dalam Pasal 35 ayat (1) UU No. 1/1974 :
” Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. “
Akibat hukum dari pencampuran harta (harta bersama) ?
Pencampuran harta ini mempunyai akibat hukum ketika terjadi suatu perceraian.
Apabila terjadi perceraian, maka seluruh harta yang didapatkan suami dan isteri selama perkawinan berlangsung wajib dibagi 2 (dua). Artinya, suami mendapatkan bagian ½ (satu perdua), sedangkan isteri juga mendapatkan ½ (satu perdua).
Hal ini terkadang terasa tidak adil apabila isteri merasa memiliki kesanggupan mencari nafkah lebih besar daripada suaminya, sebab lebih menguntungkan dari pihak suami nantinya.
Bisakah tidak terjadi pencampuran harta (harta bersama) ?
Agar tidak terjadi pencampuran harta, maka perlu membuat “perjanjian perkawinan” atau disebut “perjanjian pra nikah” atau disebut “perjanjian pisah harta” yang didalamnya memuat isi apabila dikemudian hari terjadi perceraian maka terhadap harta yang didapatkan atau diperoleh isteri dan harta yang didapatkan suami selama perkawinan tidak bercampur menjadi 1 (satu) kesatuan akan tetapi terpisah milik masing-masing.
Bagaimana membuat perjanjian perkawinan ?
Isi dalam “perjanjian perkawinan” yang akan dibuat tidaklah dibatasi dan ditentukan dalam undang-undang, sehingga calon suami atau isteri dapat leluasa menentukan isi “perjanjian perkawinan” yang akan dibuatnya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan, kepatutan dan ketertiban umum.
Namun, untuk memudahkan membuat perjanjian perkawinan, maka lebih baik berkonsultasi langsung dengan pengacara atau notaris sebagai pihak yang memiliki keahlian tersebut.
Pada dasarnya, pengacara atau notaris nantinya akan memberikan saran serta masukan mengenai isi perjanjian perkawinan yang baik dibuat.
Perjanjian perkawinan pada dasarnya dibuat dihadapan notaris yang dimana akan diterbitkan akta autentik berupa “akta perjanjian perkawinan”.
Akan perjanjian perkawinan yang dibuat dihadapan notaris nantinya wajib dicatatkan secara administrasi di KUA (Kantor Urusan Agama) yang menikah menurut agama Islam dan untuk yang Non Muslim pencatatan perjanjian perkawinan dilakukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil).
Pembuatan perjanjian perkawinan dapat dibuat setelah perkawinan berlangsung
Pasca adanya putusan MK No.69/PUU-XIII/2016, maka pembuatan perjanjian dapat dilakukan dalam 2 (dua) waktu, yaitu:
- Sebelum perkawinan berlangsung (prenuptial agreement), serta
- Setelah perkawinan dilangsungkan (postnuptial agreement).
Dengan demikian, bagi kalian yang telah menikah dan ternyata ingin membuat perjanjian perkawinan, maka hal tersebut masih dimungkinkan, sepanjang anda dan pasangan anda sepakat dan tanpa ada paksaan ingin membuat perjanjian perkawinan.
______________________
Apabila anda ingin berkonsultasi mengenai hal-hal berkaitan pembuatan perjanjian pra-nikah atau perjanjian perkawinan, silahkan hubungi kami legalkeluarga.id melalui Telepon/ WhatsApp 0813-8968-6009 atau Email klien@legalkeluarga.id