Artikel

Cara Mengurus Gugatan Nafkah Anak Akibat Perceraian

Pertanyaan :

Saya sebagai isteri ingin menuntut nafkah anak dari mantan suami saya karena saat ini mantan suami atau ayah dari anak-anak tidak pernah memberikan nafkah kepada anak-anak setelah bercerai ?

Jawab :

Seorang mantan isteri atau ibu dari dari anak-anak ketika telah bercerai masih berhak mengajukan tuntutan dan gugatan permintaan nafkah anak kepada mantan suaminya setelah perceraian tanpa dibatasi waktu. Artinya, tidak ada daluarsa hukum dalam mengajukan tuntutan nafkah anak, sepanjang anak tersebut belum dewasa menurut hukum.

Apa itu Gugatan Nafkah Anak

Gugatan nafkah anak adalah permintaan terkait nafkah untuk anak-anak sebagai akibat dari perceraian yang dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian atau setelah perceraian terjadi dengan tujuan terdapat kepastian hukum terkait jumlah nafkah anak di dalam putusan pengadilan nantinya.

Dasar Hukum Gugatan Nafkah Anak

Dasar hukum permintaan nafkah anak dapat dilihat dari 2 (dua) aturan yaitu Pasal 41 huruf (b) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 156 huruf (d) Kompillasi Hukum Islam.

Pasal 41 huruf (b) UU No.1/1974 :  “ Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah : Bapak yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. “

Pasal 156 huruf (d) KHI:  “ Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah : semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri (21 tahun).

Kemana Mengajukan Gugatan Nafkah Anak?

Gugatan permintaan nafkah untuk anak-anak umumnya diajukan oleh ibu anak atau mantan isteri ke Pengadilan Agama untuk perceraian islam, sedangkan untuk perceraian Non Islam (kristen, katolik, hindu, budha dan konghucu) diajukan ke Pengadilan Negeri.

Penentuan telak pengadilan mengajukan gugatan nafkah anak ditentutan berdasarkan domisili pihak mantan isteri apabila untuk perceraian islam, sedangkan untuk perceraian non muslim gugatan nafkah anak diajukan di Pengadilan Negeri wilayah domisili Tergugat.

Berapa Jumlah Nafkah Anak Yang Dapat Dituntut?

Aturan hukum di Indonesia tidak mengatur secara eksplisit berapa jumlah nafkah anak yang dapat dituntut oleh mantan isteri kepada mantan suami atau ayah dari anak khususnya untuk ayah yang pekerjaannya sebagai karyawan swasta atau wiraswasta.

Satu-satunya aturan mengatur berapa jumlah nafkah anak yang dapat dituntut hanya apabila pihak ayah atau mantan suami bekerja sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang diatur dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2) PP No.10/1983 yang intinya 1/3 (sepertiga) gaji/ pendapatannya diberikan untuk anak-anak.

Lalu bagaimana menentukan nafkah anak pasca perceraian bila suami pekerja swasta ?

Dalam praktek, hakim biasanya akan bertanya kepada pihak Tergugat terkait pekerjaannya serta berapa biaya pendapatannya tiap bulan. Nanti dari pendapatan itu hakim akan mengambil kesimpulan dan menentukan jumlah nafkah kepada anak dengan tetap mempertimbangkan kemampuan mantan suami dan kebutuhan anak.

Hal ini juga diatur dalam SEMA No. 3 Tahun 2018 – Kamar Agama – III.A-2 yang menyebutkan : “ Hakim dalam menetapkan nafkah madhiyah, nafkah iddah, mut’ah dan nafkah anak, harus mempertimbangkan rasa keadilan dan kepatutan dengan menggali fakta kemampuan ekonomi suami dan fakta kebutuhan dasar hidup isteri dan/atau anak.”

Jenis Nafkah Anak Yang Dapat Dituntut?

Dalam praktek, khusus untuk di Pengadilan Agama terdapat 3 (tiga) jenis nafkah yang dapat dituntut, yaitu :

  1. Nafkah pemeliharaan, yaitu nafkah untuk kebutuhan sehari-hari anak atau biaya hidup anak,
  2. Nafkah pendidikan, yaitu nafkah untuk pendidikan anak
  3. Nafkah kesehatan, yaitu berkaitan dengan kesehatan jika anak sakit dan atau asuransi.

Selain itu, dapat menuntut kenaikan jumlah nafkah pemeliharaan sebesar 10 % (sepuluh persen) s/d 20 % (dua puluh persen) tiap tahunnya akibat dari inflasi yang diperkirakan naik tiap tahun.

Bila mengikuti aturan di pengadilan agama, umumnya nafkah yang ditetapkan jumlahnya itu adalah nafkah pemeliharaan, sedangkan nafkah pendidikan dan kesehatan jumlahnya tidak ditetapkan pengadilan, akan tetapi ayah tetap diputus agar tetap bertanggunjawab terhadap nafkah tersebut.

Sebagai contoh bunyi putusan pengadilan agama terkait nafkah anak :

“ Menetapkan jumlan nafkah pemeliharaan anak sebesar Rp.3.000.0000,- (tiga juta rupih) tiap bulannya diluar biaya pendidikan, dengan kenaikan sebesar 10 % (sepuluh persen) tiap tahunnya).”

Untuk praktek perceraian non muslim di Pengadilan Negeri, jenis nafkah yang dapat dituntut dan ditetapkan pengadilan tidak tentu hal ini karena tidak ada pengaturan eksplisit jenis nafkahnya. Umumnya hakim memakai Pasal 41 huruf (b) UU No.1/1974 dengan cara menetapkan jumlah nafkah pemeliharaan dan pendidikan secara sekaligus setiap bulannya dengan tetap ada kenaikan tiap tahun berdasarkan inflasi.

Jika Pihak Ayah Tidak Membayar Nafkah Berdasarkan Putusan Pengadilan?

Sampai saat ini belum ada proses tata cara eksekusi secara perdata terhadap putusan pengadilan terkait nafkah anak apabila pengadilan telah memberikan putusannya khususnya untuk pekerja swasta. Contoh : jika pihak mantan suami tidak membayar nafkah anak sesuai putusan pengadilan apakah gaji/pendapatan di tempatnya bekerja (swasta) dapat secara langsung dikurangi untuk kebutuhan anak atau hartanya dapat diekekusi secara langsung.

Dalam prakteknya, banyak pihak ibu akhirnya menyerah dalam meminta nafkah anak walau sudah ada putusan pengadilan. Namun ada juga pihak ibu yang mencoba mengambil langkah hukum pidana seperti melaporkan mantan suami (ayah anak) ke pihak kepolisian dengan dugaan melakukan tindak pidana KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) dengan cara melakukan penelantaran anak.

Ancaman hukuman pidana untuk penelantaran anak ini diatur dalam Pasal 49 huruf (a) UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang di dalamnya menyatakan tindak pidana penelantaran keluarga dapat diancam pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun penjara dan denda paling banyak Rp.15.000.000,- (lima belas) juta rupiah.

Syarat Mengurus Gugatan Nafkah Anak di Pengadilan Akibat Perceraian

Syarat mengurus gugatan nafkah anak di Pengadilan dengan menyiapkan:

  1. KTP Penggugat,
  2. Nama dan Alamat Lengkap Tergugat,
  3. Buku Nikah (Islam) / Akta Kawin Dukcapil (Non Islam), jika masih terikat perkawinan.
  4. Akta Cerai (Jika telah putus perceraian),
  5. Putusan Pengadilan Terkait Perceraian dan Hak Asuh Anak (Jika telah putus perceraian dan Hak Asuh),
  6. Bukti tertulis terkait kebutuhan Anak tiap bulannya jika ada,
  7. Slip gaji suami (apabila memengangnya),
  8. Akta Lahir Anak,
  9. Siapkan 2 (dua) orang saksi,

Jasa Pengacara Menguggat Nafkah Anak di Pengadilan

Legal Keluarga memberikan jasa untuk membantu menggugat dan menuntut nafkah untuk anak di Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri.

_________

Legal Keluarga

Jika ingin konsultan hukum terkait gugatan nafkah untuk anak di Pengadilan, silahkan hubungi:

Telepon/ WhatsApp : 0813-8968-6009

Email : klien@legalkeluaga.id

WeCreativez WhatsApp Support
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!
👋 Hi, how can I help?