Apa akibat hukum bila pasangan kita mengalihkan / menjual / menggadaikan (menjaminkan) harta yang diperoleh selama masa perkawinan kepada pihak lain ?
Harta bersama (gono gini) adalah adalah harta yang diperoleh suami dan isteri selama melangsungkan perkawinan.
Harta yang diperoleh selama berlangsungnya perkawinan akan menjadi satu kesatuan, sehingga ketika terjadi perceraian, maka terhadap harta bersama (gono gini) tersebut akan dibagi menjadi 2 (dua), yaitu ½ (satu perdua) untuk mantan suami dan ½ (satu perdua ) untuk mantan isteri.
Dasar hukum harta bersama (gono gini), yaitu:
Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan:
“Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.”
Terhadap harta bersama (gono gini) tidak dapat dialihkan / dijual atau digadaikan (dijaminkan) kepada pihak lain, kecuali terdapat persetujuan bersama antara suami dan isteri.
Pasal 36 ayat (1) UU Perkawinan:
“Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.”
Pasal 92 Kompilasi Hukum Islam (KHI) :
“Suami atau isteri tanpa persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama.”
Akibat Hukum Bila Mantan Suami/ Isteri Mengalihkan Harta Bersama (Gono Gini) Tanpa Persetujuan Bersama
Terdapat 2 (dua) akibat hukum yang diperu diketahui, yaitu :
Akibat Hukum Pidana
Mantan suami/ isteri yang melakukan kegiatan mengalihkan/ menjual/ menggadaikan (menjaminkan) harta bersama (gono gini) dapat dilaporkan ke kantor polisi dengan tuduhan melakukan tindakan penggelapan sebagaimana diatur dalam KUHP.
Pasal 372 KUHP :
” Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 900,- (sembilan ratus rupiah).”
Akibat Hukum Perdata
Pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan pembatalan terhadap tindakan pengalihan/ penjualan/ menggadaian /penjaminan harta bersama (gono-gini) tersebut ke Pengadilan.
Putusan MA RI No. 701 K/PDT/1997 Tanggal 24 Maret 1999 :
“Jual beli tanah yang merupakan harta bersama harus disetujui pihak isteri atau suami, harta bersama berupa tanah yang dijual suami tanpa persetujuan isteri adalah tidak sah dan batal demi hukum. Sertifikat tanah yang dibuat atas dasar jual beli yang tidak sah tidak mempunyai kekuatan hukum”
Putusan MARI No. 3005 K/PDT/1998 tanggal 14 Januari 2008 :
” Yanah hak milik yang merupakan harta bersama, tidak dapat dijadikan jaminan atas perjanjian utang piutang tanpa persetujuan salah satu pihak, baik itu pihak istri maupun suami, sesuai dengan ketentuan pasal 36 ayat (1) uu no. 1 tahun 1974. dengan demikian, perjanjian yang melanggar ketentuan tersebut dapat dibatalkan demi hukum karena tidak memenuhi syarat objektif perjanjian (sebab yang halal).”
_______
Apabila anda ingin berkonsultasi mengenai gugatan / permohonan perceraian, hak asuh anak serta pembagian harta bersama (gono-gini) di pengadilan, silahkan hubungi kami legalkeluarga.id melalui Telepon/ WhatsApp 0813-8968-6009 atau Email klien@legalkeluarga.id