Artikel

Membuat Perjanjian Perkawinan Beragama Islam

Secara umum, baik mereka yang beragama Islam maupun beragama Non muslim mempunyai hak untuk membuat perjanjian perkawinan.

Pada dasarnya perjanjian perkawinan dibuat untuk menghindari resiko pencampuran harta.

Menurut aturan hukum yang berlaku, apabila seseorang melakukan perkawinan dan tidak terdapat perjanjian perkawinan, maka akan berlaku pencampuran harta.

Pencampuran harta berakibat harta yang diperoleh baik itu suami ataupun isteri selama perkawinan akan menjadi harta bersama. Artinya, apabila timbul suatu perceraian dikemudian hari, maka harta yang diperoleh suami dan isteri selama perkawinan akan disatukan dan akan dibagi 2 (dua), yaitu 1/2 (seperdua) untuk suami dan 1/2 untuk isteri.

Ini sesuai ketentuan Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan :

” Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.”

Agar tidak ada pencampuran harta, maka kebanyakan pihak sebelum melangsungkan perkawinan membuat suatu perjanjian yang disebut “perjanjian pra nikah” atau “perjanjian perkawinan”. Namun pasca adanya putusan Mahkamah Konstitusi No.69/PUU-XIII/2016, istilah “perjanjian pra nikah” sangat jarang digunakan, namun lebih sering menggunakan istilah “Perjanjian Perkawinan”. Hal ini dikarenakan setelah putusan MK, perjanjian pra nikah dapat dibuat setelah perkawinan berlangsung.

Dengan adanya perjanjian perkawinan atau perjanjian pra nikah tersebut, maka segala harta yang diperoleh pasangan suami isteri selama perkawinan adalah terpisah.

Sebagai contoh, apabila seorang isteri membeli rumah atas namanya, maka apabila timbul perceraian, sang suami tidak dapat menuntut harta gono gini.

Dasar Hukum Perjanjian Perkawinan Bagi Agama Muslim

Pasal 47 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam menyebutkan :

Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua calon pempelai dapat membuat perjanjian tertulis yang disahkan Pegawai Pencatat Nikah mengenai kedudukan harta dalam perkawinan”.

Ketentuan diatas menegaskan dalam islam tidak ada larangan membuat perjanjian perkawinan atau perjanjian pra nikah (sebelum menikah).

Untuk membuat perjanjian perkawinan, maka wajib dibuat dihadapan notaris.

Notaris merupakan pihak yang memiliki wewenang untuk membuat akta perjanjian perkawinan.

Namun perbedaan dari agama muslim dan non muslim dalam membuat perjanjian perkawinan adalah terletak pada proses pencatatan administrasi-nya. untuk mereka yang beragama muslim pencatatan terkait akta perjanjian perkawinan dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) dimana buku nikah nantinya keluar.

Dalam Pasal 22 dan 23 Peraturan Menteri Agama No. 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan menyebutkan :

Pasal 22

  1. Calon suami dan calon istri atau pasangan suami istri dapat membuat perjanjian perkawinan pada waktu sebelum, saat dilangsungkan, atau selama dalam ikatan perkawinan. 
  2. Perjanjian perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dihadapan notaris. (3) Materi perjanjian perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 23

  1. Pencatatan perjanjian perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dicatat oleh Kepala KUA Kecamatan/PPN LN pada Akta Nikah dan Buku Nikah.
  2. Persyaratan dan tata cara pencatatan perjanjian perkawinan ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal.

Syarat Membuat Perjanjian Perkawinan

Syarat dalam membuat perjanjian perkawinan, yaitu:

  1. KTP Para Pihak (WNI);
  2. NPWP Para Pihak (WNI);
  3. Paspor (WNA);
  4. Surat pernyataan para pihak terkait jumlah dan bentuk asset/harta yang ada selama perkawinan sebelum penandatangan perkawinan perkawinan pasca nikah.

_________________________________

Apabila anda ingin membuat perjanjian perkawinan atau perjanjian pra nikah, silahkan hubungi kami legalkeluarga.id melalui :

Telepon/ WhatsApp : 0813-8968-6009 

Email klien@legalkeluarga.id

WeCreativez WhatsApp Support
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!
👋 Hi, how can I help?