Apa itu Pembatalan Perkawinan ?
Pembatalan perkawinan dapat diartikan sebagai upaya untuk membatalkan suatu perkawinan yang telah dilakukan secara sah menurut hukum agama dan hukum negara.
Adapun akibat hukum dari pembatalan perkawinan tersebut adalah menyebabkan suatu perkawinan tersebut dianggap tidak ada.
Contoh, Dalam KTP seseorang yang telah menikah/ kawin tertulis statusnya “Sudah Kawin”. Namun, dikarenakan perkawinan tersebut dibatalkan, maka perkawinan/ pernikahan tersebut dianggap tidak pernah ada, sehingga di dalam KTP seseorang tersebut yang awalnya tertulis “Sudah Kawin’, kembali menjadi “Belum Kawin”.
Dalam praktek, pembatalan perkawinan banyak diajukan oleh Isteri terhadap suaminya yang menikah lagi (poligami) tanpa izin isteri pertama. Dengan alasan tidak adanya persetujuan isteri pertama, maka isteri pertama atau keluarganya mengajukan permohonan pembatalan perkawinan ke pengadilan.
Pihak Yang Berhak Mengajukan Pembatalan Perkawinan di Pengadilan
Apabila mengacu pada Pasal 23 UU No. 1/1974 tentang Perkawinan, maka yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan adalah :
- Keluaga dalam garis keturunan keatas dari suami atau isteri;
- Suami atau isteri;
- Pejabat yang berwenang, sepanjang perkawinan belum putus;
- Pejabat yang ditunjuk, serta
- Setiap orang yang punya kepentingan terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan diputus.
Alasan Pembatalan Perkawinan
Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan anda berhak mengajukan pembatalan perkawinan ke pengadilan menurut UU No. 1/1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), yaitu :
- Suami poligami tanpa izin isteri pertama dan pengadilan;
- Perempuan yang dinikahi ternyata masih menjadi isteri pria lain;
- Perempuan yang dinikahi ternyata masih dalam masa iddah dan suami lain;
- Perkawinan melanggar batas umum yang disyaratkan Undang-Undang;
- Perkawinan dilakukan bukan dibawah pejabat berwenang;
- Tanpa wali atau Wali nikah tidak sah;
- Perkawinan dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi;
- Perkawinan yang dilangsungkan dibawah ancaman yang melanggar hukum; atau
- Terdapat salah sangka mengenai diri suami atau isteri;
- Perkawinan dilaksanakan oleh 2 (dua) orang yang memiliki hubungan darah, semenda dan sesusuan sampai derajat tertentu;
- Isteri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dan isteri atau isteri-isterinya.
Syarat dan Prosedur Pembatalan Perkawinan di Pengadilan
Pasal 37 PP tetang Pelaksanaan UU Perkawinan menyebutkan :
“Batalnya suatu perkawinan hanya dapat diputuskan oleh Pengadilan.”
Dari uraian tersebut disimpulkan pembatalan perkawinan hanya dapat diajukan melalui mekanisme permohonan ke Pengadilan.
Bagi mereka yang beragama Islam, pembatalan perkawinan dilakukan di Pengadilan Agama. Sedangkan bagi mereka yang beragama Kristen Protentan, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu, pembatalan perkawinan dilakukan di Pengadilan Negeri.
Untuk mengajukan pembatalan perkawinan dapat diajukan sendiri atau dibantu oleh Pengacara.
Adapun syarat-syarat yang diperlukan untuk mengajukan pembatalkan perkawinan di pengadilan adalah:
- Membuat surat gugatan pembatalan perkawinan yang ditujukan ke pengadilan;
- Siapkan dokumen seperti :
- KTP Pemohon,
- Buku Nikah/ Akta Perkawinan Pemohon bila yang mengajukan permohonan adalah Isteri Pertama;
- Buku Nikah/ Akta Perkawinan dari pihak yang ingin dibatalkan;
- Bukti lain yang dianggap perlu.
- Siapkan saksi minimal 2 (dua) orang.
Adapun jangka waktu persidangan dapat memakan waktu 3 (tiga) sampai 4 (empat) bulan bila tidak ada kendala pemanggilan para pihak.
__________
Apabila anda ingin berkonsultasi mengenai pengajuan pembatalan perkawinan atau hak anak setelah terjadi pembatalan perkawinan, silahkan hubungi kami Legal Keluarga :
Telepon/ WhatsApp : 0813-8968-6009
Email : klien@legalkeluarga.id