Pengertian Perwalian Anak
Perwalian anak adalah salah satu jenis permohonan yang dapat diajukan ke Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama oleh pihak keluarga atau orang terdekat anak untuk ditetapkan sebagai wali dari anak di bawah umur sah menurut hukum yang salah satu orang tuanya meninggal dunia atau dibawah pengampuan.
Tujuan Perwalian Anak
Permohonan perwalian anak diajukan ke Pengadilan dengan alasan :
- Menjual asset orang tua dari anak yang telah meninggal dunia,
- Mencairkan asuransi atau mengambil deposito atau tabungan orang tua yang telah meninggal dunia,
- Mengurus segara keperluan untuk mengurus keperluan pendidikan anak,
- Megurus hal-hal lain berkaitan dengan anak.
Usia Anak Untuk Perwalian
Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan dianggap belum cukup umur untuk melakukan perbuatan hukum seperti menandatangi perjanjian atau melakukan perbuatan hukum lainnya.
Segala perbuatan hukum yang dilakukan anak yang belum cukup umur akan dianggap batal demi hukum atau dianggap tidak pernah ada. Oleh karena itu, diperlukan penetapan pengadilan untuk menetapkan siapa pihak yang menjadi wali anak yang masih dibawah umur tersebut agar dapat melakukan perbuatan hukum.
Dasar Hukum Perwalian Anak
Pasal 50 ayat UU Np. 1/1974 tentang Perkawinan menyebutkan :
- Anak yang belum mencapai umur 18 (depalan belas) tahun atau belum pernah melakukan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasan wali;
- perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya.
Dari ketentuan Pasal 50 diatas dapat disimpulkan orang yang berhak mewakili anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun adalah orang tuanya, namun untuk anak sudah tidak memiliki orang tua atau anak tersebut tidak berada dalam kekuasaan orang tua, maka yang berhak mewakili anak adalah “wali dari anak”.
Pihak Yang Menjadi Wali Anak di Bawah Umur
Wali atau Perwalian dapat diartikan sebagai orang tua pengganti untuk anak yang belum cakap atau cukup umur melakukan perbuatan hukum.
Dalam Pasal 51 ayat (2) UU No. 1/1974 tentang Perkawinan menyebutkan pada prinsipnya “wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak atau orang lain yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik.”
Sedangkan dalam Pasal 107 ayat (4) KHI menyebutkan “wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau oranglain yang sudah dewasa, berpiiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik atau badan hukum.”
Apabila mencermati ketentuan diatas, maka yang berhak menjadi wali dari anak di bawah umur adalah:
- Orang tua dari anak yang masih hidup bila salah satu telah meninggal dunia;
- Apabila kedua orang tua anak telah meninggal dunia, maka yang diutamakan menjadi wali dari anak adalah keluarga atau kerabat terdekat seperti kakek, nenek, saudara, tante atau paman atau kelurga lain yang memiliki hubungan pertalian darah;
- Apabila kedua orang tua sudah meninggal dunia atau tidak diketahui keberadaannya, maka yang dapat diangkat menjadi wali anak adalah orang lain yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik atau badan hukum.
Cara Diangkat Menjadi Wali Anak Bawah Umur
Terdapat 2 (dua) cara untuk menjadi seorang wali atau diangkat menjadi wali anak di bawah umur menurut hukum, yaitu:
- Wali anak ditunjuk melalui surat wasiat, (Pasal 51 ayat (1) UU No.1/1974)
- Wali diangkat dengan lisat dihadapan 2 (dua) saksi, (Pasal 51 ayat (1) UU No. 1/1974)
- Wali diangkat melalui penetapan pengadilan. (Pasal 359 KUHPerdata dan Pasal 107 ayat (3) KHI)
Namun dalam praktek, pengangkatan wali umumnya dilakukan melalui penetapan pengadilan yang diajukan melalui Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri.
Dasar Hukum Permohonan Perwalian Anak Melalui Pengadilan
Dasar hukum prosedur permohonan perwalian anak melalui pengadilan diatur dalam Pasal 359 KUHPerdata untuk permohonan ke Pengadilan Negeri dan Pasal 107 ayat (3) Kompilasi Hukum Islam untuk permohonan ke Pengadilan Agama.
Pasal 359 KUHPerdata menyebutkan “Semua minderjarige (perwalian anak dibawah umum) yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua dan yang diatur perwaliannya secara sah akan ditunjuk seorang wali oleh Pengadilan”.
Pasal 107 ayat (3) menyebutkan “bila wali tidak mampu berbuat atau lalai melaksanakan tugas perwaliannya, maka pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat untuk bertindak sebagai wali atas permohonan kerabat tersebut.”
Kewajiban Wali Anak
Pasal 50 ayat (2) UU No. 1/1974 Jo. Pasal 110 ayat (1) KHI menyatakan kewajiban wali adalah mengurus pribadi anak yang bersangkutan dan harta bendanya dengan sebaik-baiknya.
Dari ketentuan diatas, maka dapat disimpulkan kewajiban wali adalah sebagai berikut:
1. Sebagai wali dari anak yang mengurus diri atau pribadi anak
Mengurus diri dan pribadi anak artinya mengurus segala keperluan anak seperti memberikan tempat tinggal yang layak, memberikan kebutuhan hidup sehari-hari anak seperti makan, minum dan hiburan anak serta memberikan pendidikan yang baik untuk anak kedepannya.
2. Sebagai wali dari anak yang mengurus harta benda anak
Apabila anak memiliki harta benda sebagai ahli waris dari orang tuanya meninggal, maka wali dapat bertindak sebagai pihak yang akan mengurus harta milik anak tersebut termasuk apabila menjual harta anak di bawah umur untuk kepentingan kebutuhan hidup dan pendidikan anak.
Seorang waji dapat diminta pertanggungjawabannya secara hukum untuk mengganti ganti kerugian jika melakukan tindakan merugikan anak dalam melakukan pengelolaan harta milik anak sebagaimana diatur dalam Pasal 50 ayat (5) UU No. 1/1974 Jo. Pasal 110 KHI (Kompilasi Hukum Islam).
Pencabutan dan Pembatalan Wali Anak
Wali dapat diartikan sebagai orang tua sementara dari anak di bawah umur agar anak tersebut dapat melakukan perbuatan hukum terhadap dirinya sendiri atau terhadap harta bendanya.
Oleh karena itu apabila seseorang dapat penunjukan sebagai wali untuk anak di bawah umur, maka seseorang yang ditunjuk tersebut tidak boleh melakukan pelanggaran hukum seperti melakukan tindakan penggelapan/ menjual asset milik anak seenaknya atau melakukan tindakan kekerasan terhadap anak, hal ini dikarenakan pengadilan dapat membatalkan atau mencabut perwalian anak tersebut.
Pasal 53 UU No. 1 Tahun 1974 menyebutkan seorang Wali dapat dicabut dari kekuasaannya, dalam hal-hal melakukan perbuatan melalaikan kewajiban dan hak-hak anak, serta berperilaku buruk. Apabila pengadilan mencabut perwalian, maka pengadilan akan menunjuk orang lain lagi sebgai wali.
Demikian juga Pasal 109 KHI menyebutkan Pengadilan Agama dapat mencabut hak perwalian seseorang atau badan hukum dan menindahkannya kepada pihak lain atas permohonan kerabatnya bila wali tersebut pemabuk, penjudi, pemboros,gila dan atau melalaikan atau menyalah gunakan hak dan wewenangnya sebagai wali demi kepentingan orang yang berada di bawah perwaliannya.
Syarat Permohonan Perwalian Anak di Pengadilan
Persyaratan untuk pengurusan permohonan perwalian anak di Pengadilan, yaitu:
- Surat Permohonan Perwalian yang ditujukan ke Pengadilan serta alasannya.
- KTP Pemohon.
- KK Pemohon.
- Buku Nikah/ Akta Kawin Pemohon,
- Akta Lahir Anak,
- Surat pernyataan sanggup menjadi wali anak,
- Surat persetujuan dari pasangan untuk calon wali yang sudah nikah,
- Akta Kematian dari orang tua anak bila telah meninggal dunia,
- Data Asset, jika berkaitan akan menjual barang anak,
- Data asuransi, jika berkaitan dengan pencairan asuransi,
- 2 (dua) orang saksi.
Jasa Pengacara Perwalian Anak di Pengadilan
Legal Keluarga memberikan jasa pengacara dalam membantu klien mengurus permohonan perwalian anak di bawah umur di Pengadilan Negeri atau Pengadilan Negeri.
_____________________________
Bila ingin berkonsultasi terkait terkait permohonan perwalian anak di bawah umur ke pengadilan negeri atau pengadilan agama, silahkan hubungin kami legalkeluarga.id melalui :
Telepon/ WhatsApp : 0813-8968-6009
Email : klien@legalkeluaga.id
